Cara Mengendalikan Emosi

Posted by Unknown Thursday, October 31, 2013 2 comments
Pada Hakikatnya, semua manusia diciptakan memiliki emosi, namun, hal yang membedakannya adalah kemampuan mengendalikan emosi setiap orang. Ada tipe manusia yang mudah terpancing emosinya dengan hal-hal sepele yang terjadi di sekitarnya, sehingga menimbulkan amarah. Dan ada pula orang yang dapat mengontrol emosi dengan baik meskipun ada beberapa masalah yang menimpanya.
Mari kita renungkan kisah yang ada dalam riwayat imam Bukhari. Dari Abu Hurairah ra, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW : "Janganlah engkau marah." Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda Beliau :"Janganlah engkau marah."(HR. Bukhari).
Hadits tersebut menunjukkan betapa pentingnya menahan marah hingga Rasulullah SAW mengulangi nasihatnya beberapa kali. Maka dari itu, jangan biarkan kita terjebak dalam amarah yang berkepanjangan. Sebab, amarah akan banyak menimbulkan dampak negatif yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dampak Negatif Marah.
Marah yang tidak terkendali (amarah) merupakan salah satu emosi yang bisa menyebabkan efek negatif dalam kehidupan. Berikut ini beberapa dampak negatif dari emosi tersebut :
1. Masalah Kesehatan.
Amarah atau perasaan negatif dapat membuat seseorang jadi mudah terserang penyakit. Hal tersebut dikarenakan kondisi tubuh yang tidak stabil. Berdasarkan penelitian menunjukkan, bahwa 85 % penyakit berhubungan dengan kondisi emosional. Pada saat sedang marah, maka akan muncul rasa depresi, sedih, shock, sakit kepala dan lain sebagainya. Untuk mencegah berbagai penyakit, maka jalanilah hidup ini dengan senyuman dan rasa bahagia.
2. Menyakiti Perasaan Orang Lain.
Ketika seseorang diliputi amarah, maka kata-kata yang keluar dari lisannya cenderung menyakiti perasaan orang lain.
3. Melakukan Kekerasan.
Orang yang sudah dikuasai oleh amarah, maka akal sehatnya akan cenderung lemah. Kemudian melampiaskan kemarahannya atau membalas dendam. Mereka bisa melakukan kekerasan bahkan membunuh seseorang.
4. Sulit Berkonsentrasi Saat Bekerja.
Bagi orang yang terjebak dalam emosinya, akan kesulitan berkonsentrasi saat bekerja. Akibatnya, pekerjaan yang dihasilkan tidak maksimal dan produktivitas dapat menurun drastis.
5. Mengganggu Kehidupan Sosial.
Seseorang yang dikenal mudah marah dan emosional dapat menimbulkan persepsi negatif dalam lingkungan sosial. Orang-orang disekitarnya akan merasa takut dan menjauh dari orang yang emosional tersebut. Situasi seperti ini tentu tidak menyenangkan. Sebab, sebagai makhluk sosial, manusia butuh berinteraksi dengan orang lain.

Cara Mengendalikan Amarah
Agar terhindar dari amarah, maka hal yang perlu kita ketahui adalah bagaimana cara mengendalikannya. Berikut ini petunjuk Rasulullah SAW yang mengajarkan kita cara mengendalikan marah :
1. Memohon perlindungan kepada Allah SWT dari godaan setan dengan membawa ta'awuz: "A 'udzu billahi minas syaithanir rajiim."
Dari sahabat Sulaiman bin Surd ra., beliau menceritakan, suatu hari saya duduk bersama Nabi Muhammad SAW. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta'awudz:A'udzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang."(HR Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda,"Apabila seseorang marah, kemudian membaca A'uddzu billah (saya berlindung kepada Allah) maka marahnya akan reda."(Hadits shahih-silsilah As Shahihah, no.1376)
2. Diam dan Menjaga Lisan.
Orang yang terbawa amarah cenderung berbicara tanpa aturan (sopan santun), sehingga bisa jadi ia mengundang murka Allah SWT. Karena itulah, diam merupakan cara jitu untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih besar. Dari Ibnu Abbas ra., asulullah SAW bersabda,"Jika kalian marah, diamlah."(HR. Ahmad dan syuaib Al-Arnauth menilai hasan lighairih).
3. Merubah Posisi Tubuh Ketika Marah.
Merubah posisi tubuh merupakan salah satu cara untuk meredam kemarahan. Rasulullah SAW bersabda,"Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak juga hilang, maka hendaklah ia berbaring."(HR.Ahmad).
4. Mengingat  Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW.
Dari Muadzbin Anas Al-Juhani ra, Rasulullah SAW bersabda," Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil dihadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki." (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan oleh Al-Albani).
Hadist tersebut bisa menjadi motivasi bagi para kaum Muslim untuk bisa menahan amarahnya. Sebab, Allah SAW telah memberikan balasan yang besar bagi orang yang berusaha menahan amarahnya meskipun ia mampu meluapkannya.
5. Segera Berwudhu.
Rasulullah SAW bersabda,"Kemarahan itu dari setan, sedangkan setan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudhulah,"(HR. Abu Dawud).
6. Bersujud, artinya shalat sunnah minimal dua rakaat.
Dalam sebuah hadist dikatakan,"Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidakkah engkau melihat merahnya dua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud)."(HR. Tirmidzi).

Demikianlah cara mengendalikan marah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Semoga dengan terampilnya mengendalikan amarah dengan baik, kita dapat menjalani hidup dengan bahagia dan meraih keselamatan di akhirat.amin.

Semoga Bermanfaat

Baca Selengkapnya ....

Orang-orang Asing yang Beruntung

Posted by Unknown 0 comments
Akan ada zaman ketika melaksanakan tuntunan menjadi tontonan, Akan ada masa tatkala menunaikan keta'atan kepada Allah Azza wa Jalla dianggap sebagai keanehan. Akan ada saat manakala bersungguh-sungguh dalam memenuhi kewajiban agama dipandang sebagai perilaku berlebihan dan bahkan melampaui batas. Teringatlah kita kepada sabda Nabi SAW "Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana munculnya. Karena itu, beruntunglah orang-orang yang asing." (HR Muslim).
Jika telah tiba masanya, yang sungguh-sungguh melaksanakan agama ini dianggap aneh. Amalan mereka tampak asing. Mereka melaksanakan amal shalih dan ibadah berdasarkan tuntunan shahih dari Rasulullah SAW, tapi manusia mengingkari. Orang-orang yang dianggap asing dan terasingkan itu sesungguhnya justru orang yang shalih di tengah-tengah kerusakan yang menimpa ummat. Tapi sebagian besar manusia mengingkari. Hanya sedikit sekali manusia yang mendengar kata-katanya dan mengikuti apa yang dinasehatkannya.
Inilah masa ketika petunjuk yang terang dari nash (Al Qur'an & Sunnah) diabadikan. Nash diambil bukan untuk dalil, tapi untuk pembenaran. Inilah masa ketika orang banyak yang beramal  berdasarkan perkataan-perkataan orang yang pandai bicara, meski nyata bertentangan dengan nash. Inilah masa ketika berpegang teguh pada sunnah justru dianggap meninggalkan sunnah. Mereka dicerca dan tersisih. Kebenaran bagai bara api. Nasehat Nabi Muhammad SAW :"Akan datang kepada manusia masa (ketika) orang yang bersabar menjalankan agamanya di antara mereka seperti memegang bara api."(HR. Tirmidzi).
Agama ini terasing dari umat Islam, di antaranya bersebab semakin sedikitnya orang yang memberi nasehat dan peringatan. Inilah masa ketika majelis agama tak lagi memberi ilmu, nasehat dan peringatan. Bahkan keluh lidah para penceramah dari memperingatkan.
Inilah masa ketika orang-orang yang dijadikan anutan tak lagi memiliki muru'ah (kehormatan, wibawa). 'Izzah (harga diri, kehormatan) dahwah runtuh. Keduanya ditukar dengan tana'um (bermewah-mewah sebagai gaya hidup). Inilah masa ketika wahan (cinta dunia takut mati) dan waham merasuk kuat, seakan muru'ah hanya tegak dengan kemewahan dan penampilan. Inilah masa ketika majelis agama berubah menjadi hiburan dan senda gurau; memberi kesenangan tanpa menumbuhkan ketaqwaan.
Manusia berlomba memegah-megahkan masjid melebihi peruntukannya. Banyak yang ramai oleh manusia, tapi kosong dari hidayah. Yang seharusnya memberi nasehat dan peringatan tak memiliki 'izzah agama dalam dirinya, sehingga sibuk menampakkan diri menarik. Ia mengikuti mustami'in (audiens) dan tak berani menyampaikan perkara-perkara yang menyelisihi selera mustami'in. Hanya ada penuturan, tanpa peringatan. Banyak menahan nasehat bersebab senantiasa anggap ummat tidak siap, tapi tak pernah mempersiapkan mereka.
Adakah ini terjadi? Semoga belum. Ataukah ini masa yang disebutkan oleh Ibnu Mas'ud? Masa ketika orang bertekun mendalami agama untuk dunia. Mereka bersemangat mendalami agama bukan untuk kepentingan agama, tetapi untuk meraup dunia.
Renungkanlah perkataan mulia 'Ali bin Abi Thalib ra sebagai diriwayatkan oleh Al-Hakim:
Diriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib ra bahwa beliau menyebutkan sejumlah fitnah yang akan terjadi di akhir zaman. Kemudian 'Umar bin Khattab ra berkata kepadanya,"Kapankah itu terjadi, wahai 'Ali?" 'Ali bin Abi Thalib ra menjawab: "Fitnah-fitnah tersebut terjadi jika fiqih dikaji sungguh-sungguh bukan karena agama, ilmu agama dipelajari bukan untuk diamalkan, serta kehidupan dunia dicari bukan untuk kepentingan akhirat." (Riwayat A-hakim).
Perhatikanlah sejenak penjelasan menantu kesayangan Rasulullah SAW ini. Betapa berbedanya, di masa sahabat ra, mereka mencari kehidupan dunia untuk akhirat. Sementara di zaman fitnah, kehidupan dunia di cari bukan kepentingan akhirat. Bahkan sebagaimana diperingatkan oleh Ibnu Mas'ud ra, pada masa fitnah agama tersebut, manusia justru mengejar dunia dengan amal akhirat. Maka, kelak kita akan saksikan orang bersungguh-sungguh melaksanakan sholat Dhuha maupun sedekah karena ingin mengejar dunia. Seakan Allah Ta'ala tak akan melimpahkan harta kepada kita jika meminta sebelum melakukan keduanya. janganlah kita sebagai manusia yang tak putus mengerjakan sholat Dhuha, tapi Sholat Fadhunya diletakkan di belakang.  

Semoga Bermanfaat

Baca Selengkapnya ....

Kepasrahan yang Menggerakkan

Posted by Unknown Monday, October 14, 2013 2 comments
Jika Allah Ta'ala sudah menitahkan suatu perkara untuk terjadi, maka tak ada yang dapat mencegahnya, Tak ada pula yang dapat memajukan atau menunda. Sesungguhnya takdir yang telah digariskan oleh Allah 'Azza wa Jalla mengikat setiap makhuk-Nya, sehingga seandainya seluruh tenaga kita kerahkan dan segenap kemampuan kita gunakan, tak akan pernah sanggup menggeser takdir itu dari keputusan-Nya. Maka, apakah yang bisa kita lakukan untuk menolak takdir?
Tetapi Allah dan Rasul-Nya telah memberikan petunjuk kepada kita. Segala sesuatu ada hukum yang telah Allah Ta'ala tetapkan untuk mengaturnya. Maka, hukum itulah yang perlu kita ketahui. Berkenaan dengan takdir, nasehat Rasulullah SAW kepada Ibnu 'Abbas ra perlu kita simak dengan baik. Ketika itu Ibnu 'Abbas masih kanak-kanak yang baru mengerti. Kata Rasulullah SAW., sebagaimana diriwayatkan oleh At-Tirmidzi: "Wahai Anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kata ini sebagai nasehat buatmu. jagalah hak-hak Allah niscaya Allah pasti akan menjagamu. Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan selalu berada di hadapanmu.
Apabila engkau menginginkan sesuatu, mintalah pada Allah. Dan apabila engkau menginginkan pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, bahwa apabila seluruh umat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu, mereka tidak akan mempu melakukannya kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu. Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering."(HR. At-Tarmidzi).
Inilah sikap terhadap takdir yang diajarkan Rasulullah SAW kepada kita. Karenanya, kita harus membangun sikap tersebut dalam diri kita dan terutama kepada anak-anak kita. Jika anak telah yakin bahwa lembaran takdir telah kering dan tak ada yang bisa menolong dengan sebak-baik pertolongan selain Allah 'Azza wa jalla, maka apa lagikah yang lebih baik dalam membangun keyakinan diri? Jika anak-anak yakin betul bahwa andaikata seluruh manusia berkumpul untuk mencelakakannya, maka tak ada musuh yang ia takuti dan tak ada makhluk selemah apa pun yang berhak ia rendahkan. Ia memiliki percaya diri yang kuat bukan karena kelebihan yang ada pada dirinya, tetapi karena keyakinanannya yang kuat kepada Allah 'Azza wa Jalla, Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Perkasa. Kepercayaan diri semacam inilah telah mengubah Abu hurairah ra dari ahlu suffah menjadi seorang yang diakui kompetensinya. Ia menjadi rujukan yang terpercaya.
Berawal dari sikap yang benar terhadap takdr, kita bisa berharap lahirnya anak-anak yang kuat memegangi prinsip, kokoh pendiriannya, kuat keyakinannya kepada Allah SWT beserta segala yangdituntunkan-Nya serta memiliki integritas pribadi yang kuat. Sungguh, rusaknya masyarakat bukanlah terutama dari tidak adanya para pemimpin yang perkasa maupun ulama yang matang ilmunya, tetapi terutama dar tidak adanya integritas pribadi. Padahal integritas itulah yang membuat seseorang layak dipercaya dan bisa diandalkan.
Sikap yang tepat terhadap takdir mengantarkan anak untuk jujur dan mandiri. Sebab, dusta tak bisa membuatnya memperoleh manfaat. Sementara ketergantungan pada pertolongan orang lain tak membawanya pada kemudahan. Ia belajar menempa diri untuk tidak berharap selain kepada Allah 'Azza wa Jalla. Jika ia menjadi manusia yang memperoleh jaminan penjagaan dari Allah, maka Allah Ta'ala pasti akan kiimkan hamba-hamba-Nya dari malaikat dan manusia untuk menjadi penolong ketika ia sedang memerlukan pertolongan. Para manusia menjadi penolong karena Allah Ta'ala yang menggerakkan mereka.
Melalui pembentukan sikap yang benar terhadap takdir sesuai tuntunan Rasulullah SAW, kita bisa berharap akan lahir para pemberani yang perkasa untuk memimpin dunia. Mereka perkasa justru karena kepasrahannya terhadap setiap ketentuan-Nya.
Inilah yang sekarang perlu kita pikirkan. Sudah saatnya kita mengubah cara kita membangun kepribadian anak, Percaya diri yang kokoh sudah seharusnya lahir dari iman yang kuat. Salah satunya iman kepada takdir.
Sesungguhnya sebaik-baik sumber percaya diri adalah iman, bukan drum band.    

Semoga Bermanfaat.

Baca Selengkapnya ....

Bershalawat

Posted by Unknown Saturday, October 12, 2013 0 comments
Jangan meninggalkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman : Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. "Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. "(QS.33:56).

Rasulullah SAW bersabda : Apabila kamu mendengar adzan, maka katakanlah seperti apa yang diucapkan oleh muazin, kemudian bershalawatlah atasku, karena barangsiapa yang bershalawat atasku satu kali, maka Allah akan akan bershalawat atasnya sepuluh kali, kemudian mohonlah kepada Allah untukku wasilah karena wasilah adalah kedudukan di surgayang tidak layak, kecuali bagi seorang hamba dari hamba-hamba Allah dan saya sungguh berharap menjadi orang yang mendapatkannya, dan barang siapa memohonkan untukku wasilah, maka dia akan mendapatkan syafa'at.(HR. Muslim).

Sesungguhnya hari-hari kalian yang paling utama adalah hari jumat. Di hari itu Adam AS diciptakan, dan di hari itu dia meninggal. Di hari itu ditiupnya sangkakala (tiupan pertama yang pada waktu itu alam semesta menjadi hancur), di hari itu terjadi matinya semua makhluk (kecuali yang dikehendaki Allah). Oleh karena itu perbanyaklah shalawat atasku pada hari itu, karena shalawat kamu ditampakkan kepadaku. Para sahabat berkata : Wahai utusan Allah! Bagaimana ditampakkan kepadamu shalawat kami, padahal engkau sudah hancur luluh? maka Rasulullah SAW menjawab : Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada bumi jasad para Nabi SAW (HR. Abu Daud, dan telah dishalihkan oleh An-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin, dan Syaikh Albani dalam shahihil Jami').

Juga Rasulullah berkata : Tiada seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan kepadaku ruhku sehingga aku membalas salam tersebut.(HR. Abu Daud, dan dishalihkan oleh An-Nawawi dan Albani dalam kitab shahihil al-Jami').

Untuk itu jika ketika kita mendengar nama Nabi Muhammad disebut di mana pun kita berada dan mendengarnya maka bershalawatlah, Shallallahu Alaihi Wassalam.


Semoga Bermanfaat

Baca Selengkapnya ....

Ibu

Posted by Unknown Thursday, October 10, 2013 0 comments
Ibu adalah nama lain dari kasih sayang yang indah, yang diberikan Allah SWT sebagai rahmat bagi hamba-Nya. Ibu ibarat malaikat yang menjadi pelindung anak-anaknya dari setiap kejahatan yang akan menyakiti mereka. Bahkan ketika manusia terlahir tanpa dampingan seorang ibu, rasanya mereka akan siap menukar apapun yang dimilikinya demi kehadiran sang ibu tercinta. Maka tak heran jika seorang ibu selalu diagungkan kebaikannya, baik ketika dia masih ada ataupun sudah tiada.
Maha suci Allah SWT yang telah menciptakan kedekatan antara seorang ibu dengan anak-anak mereka, sebagai suatu kemanusiawian. Setiap anak akan begitu nyaman berada di samping ibunya. Karena itulah, secara alamiah pula, anak-anak melihat ibu sebagai sosok panutan yang patut diikutinya. Seperti spons kering yang menyerap setiap air yang ada didekatnya, seperti itulah anak-anak dengan polos mencontoh cara berucap dan bersikap seperti para ibu mereka. 
Maka tak dipungkiri lagi, jika ibu ibarat guru pertama bagi anak-anak. Dengan ibu jugalah, anak-anak belajar mengenali dan mempelajari dunia ini. Lalu bagaimanakah sikap kita sebagai seorang ibu, agar kita pantas dijadikan tauladan yang baik untuk anak-anak kita?.

Pertama, menjadi ibu penuh kasih sayang.
Yang pertama dan utama jadilah ibu yang baik dan kasih sayang. Dari sikap terpuji inilah anak-anak akan mengenali dan mencontoh bahwa hanya kebaikan dan kasih sayanglah yang sebenarnya diperlukan jika mereka ingin selalu disayangi dan diterima kehadirannya oleh sesama. Sebaliknya, mereka juga akan belajar membedakan bahwa perbuatan jahat hanya akan menyakiti orang lain dan merugikan diri mereka sendiri.

Kedua, ramah dan menghargai orang lain.
Selain itu, ajarkan kepada anak bahwa setiap orang itu berbeda, dan kita harus menghargai perbedaan-perbedaan itu. Tanamkan pada diri anak-anak kita bahwa tidak seorang pun senang diperlakukan kasar. Maka ucapan terima kasih, tolong, dan maaf, harus dibiasakan sejak mereka kecil, agar terpola dalam pikiran anak bahwa sikap ramah adalah hal penting yang dibutuhkan untuk menjalin sebuah persahabatan.

Ketiga, tegas dalam berprinsip.
Kenalkan pada anak-anak kita bahwa di dunia ini juga ada hal yang tidak bisa kita tawar tentangnya. Sebagai contoh adalah masalah akidah. Kenalkan kepada mereka berikut alasannya tentang kepastian dan kepatenan nilai-nilai tersebut untuk harus selalu kita patuhi.

Keempat, luangkan waktu untuk komunikasi yang hangat.
Jika kita mengharapkan anak akan patuh, maka komunikasi yang hangat dari kita sebagai ibu, sangat penting untuk dilakukan. Dan dalam berkomunikasi, anak dan ibu juga membutuhkan banyak waktu. Maka sudah seharusnya kita menyediakan waktu untuk membangun hubungan yang berkualitas dengan anak-anak mereka.
Tunjukkan kepada anak bahwa dengan berkomunikasi, kita dapat menjadi partner mereka yang baik dalam mencari kebaikan. Jika akhirnya nasehat harus diberikan, maka biarkan terlebih dahulu mereka mengemukakan ide dan pikiran mereka, dan jangan beri batasan agar mereka juga tidak mengambil jarak dengan kita. Dengan itu Insya Allah mereka akan menjadikan kita sebagai contoh, karena kemampuan kita menjadi pendengar yang merangkul dan mengayomi mereka, saat mereka susah.

Kelima, bersikap positif.
sebagai seorang ibu, hendaknya kita berhati-hati dalam bersikap dan berucap. Anak-anak kebanyakan akan meniru materi, pemikiran, bahkan gaya bicara kita, terutamabila mereka berada didekat kita. Pembicaraan dan sikap yang positif akan memberikan contoh yang baik pula bagi mereka, agar kelak menjadi pribadi yang positif.

Keenam, konsisten
Dari semua sikap yang kita berikan kepada anak-anak kita tersebut, maka tak akan ada gunanya jika kita sendiri tidak konsisten dengan yang telah kita ajarkan. Pencontohan sikap baik yang terus menerus dan konsisten, akan lebih mudah terbahasakan kepada anak ketimbang hanya sekedar nasehat atau kata-kata yang kita suarakan ke telinga mereka.

Semoga Bermanfaat

Baca Selengkapnya ....

Tipe Kepribadian Anak

Posted by Unknown 1 comments
Untuk dapat memberikan pendekatan yang tepat ke setiap anak, orangtua dan pendidik perlu mengetahui tipe-tipe kepribadian anak. Kepribadian ialah bagian dari diri manusia yang sangat unik dimana kita memiliki kecenderungan yang cukup besar untuk merespon segala sesuatu. Dengan memahami kepribadian anak berarti kita telah menyingkat waktu kita untuk menebak-nebak, berusaha mengerti dan memahami anak kita. Kepribadian dibagi menjadi empat tipe besar, yaitu : Korelis, Sanguinis, Phlegmatis dan Melankolis.

Korelis
Korelis mewakili tipe kepribadian yang tegas dan kemudian cenderung untuk memimpin. Ciri-cirinya "to the point". Dia ingin segala sesuatunya cepat dan dilakukan saat itu juga, bisa menjadi terlalu dominan serta mengatur, mengontrol, sehingga orang lain bisa tidak tahan. Karena dia ingin segala sesuatunya dilakukan dengan sangat cepat, dia bisa jadi lupa beberapa detail tentang hal penting yang harus dilakukan.
Seorang anak koleris, biasanya memiliki motivasi yang kuat dari dalam. Jika ingin mengarahkan mereka, tunjukkan keuntungan bagi anak jika mereka melakukan hal tersebut.

Sanguinis
Sanguinis ialah orang yang cerah, ceria, bisa mendengar suaranya jauh sebelum melihat orangnya.
Sanguinis ialah orang yang senang menjadi perhatian. Seorang anak sanguinis merupakan anak yang sangat senang sekali bermain dan berkumpul dengan banyak teman-temannya. Senang dangan aktivitas "outdoor" atau kebersamaan yang menyenangkan. Untuk mengarahkan dia, tunjukkan betapa menyenangkannya kegiatan yang akan dilakukan.

Melankolis
Melankolis ialah seorang yang rapi, biasanya tulisannya rapi, lengkap, dan detai. Ciri-ciri anak melankolis yang sangar tampak adalah anak ini sangat teratur dan rapi. Seringkali secara akademis anak melankolis adalah anak yang cerdas dan pandai. Anak melankolis sangat suka "mengontrol" semuanya sendiri. Terkadang menentukan pakaian yang akan dipakainya, makan apa sore ini, dan sebagainya. Mereka terkadang suka mengingatkan kita, jika keluar kamar lampu dimatikan, TV atau laptop dimatikan.

Phlegmatis
Phlegmatis adalah kepribadian yang suka melakukan segala sesuatu berdasarkan urutan yang telah diberikan. Phlegmatis sangat setia dan bisa dipercaya untuk memegang rahasia. Anak Phlegmatis lebih suka menghindari konflik dan seringkali merelakan peralatan tulisnya untuk dipinjam serta tak jarang terkadang merasa tidak enak untuk memintanya.

Tipe Koleris dan tipe Sanguinis adalah tipe yang Extrovert, tipe yang terbuka kepada orang. Sebaliknya, tipe Melankolis dan tipe Phlegmatis adalah tipe kepribadian yang Introvert, tipe tertutup.
Satu hal yang perlu kita ketahui adalah tidak ada tipe kepribadian yang lebih baik dari pada tipe yang
lainnya. Kita semua mempunyai kadar dari keempat tipologi kepribadian ini. Di dalam diri kita ada unsur melankolis, ada unsur Phlegmatis, ada unsur koleris, dan ada unsur sanguinis-nya. Hanya saja di bagian mana kita dominan dan itu yang membentuk kita, itu yang membedakan kita dari lainnya.
Dengan mencari tahu tipe kepribadian anak, maka berarti kita membangun komunikasi yang lebih baik dengan anak, mengetahui kekuatan, kelemahan serta bagaimana mengarahkannya.

Semoga Bermanfaat
 

Baca Selengkapnya ....

Keteladanan

Posted by Unknown Saturday, October 5, 2013 1 comments
Hadirnya Hari Raya Idul Adha tidak pernah bisa dilepas dari sejarah perjalanan dan keteladanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Dua generasi, orangtua dan anak ini mampu bersinergi di dalam menjalankan ketaatan untuk menghambakan diri kepada Allah sepenuh hati. Hal ini ditunjukkan pada saat menghadapi perintah Allah yang cukup berat.
Perintah itu telah diabadikan Allah di dalam surat as-Shaffat ayat 102,"Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi dalam tidurku, bahwa aku menyembelih engkau, maka perhatikanlah bagaimana pendapatmu?" Anaknya menjawab, "Wahai ayahku, kerjakan apa yang diperintahkan Allah, ayah akan mendapati bahwa aku berhati sabar, insya Allah"
Dialog di atas merupakan cermin ketulusan dan keluhuran pribadi yang menjadi teladan dari dua generasi. Generasi tua yang ditunjukkan oleh seorang ayah yang bijaksana, Nabi Ibrahim as, dan generasi muda yang ditunjukkan oleh seorang anak yang memiliki kepatuhan , Nabi Ismail as.
Sebuah keteladanan yang saat ini hampir sulit ditemui di dalam keluarga, adalah membangun komitmen ketaatan. Ini tidak lepas dari pengaruh lingkungan yang memang menjauhkan manusia untuk mendekat kepada Allah, terutama dalam membimbing putra-putri tercinta. Selain itu, kesibukan tentang mengejar dunia, sering kali lupa tugas utama sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengabdi kepadaNya.
Berapa kali kita lalui Idul Adha dan berapa kali kita merenungi hikmah di balik kisah yang penuh makna ini. Lalu bagaimana kualitas hidup saat ini? Terutama dalam membangun keluarga yang senantiasa memiliki komitmen untuk taat kepadaNya. Apakah kehidupan kita meningkat, tetap seperti sebelumnya,atau justru kualitas iman semakin menurun?
Sudah saatnya kita berguru pada nilai-nilai yang terkandung dalam peringatan Hari Raya Idul Adha. Perilaku kesabaran dan kesadaran dalam berkorban untuk memenuhi panggilan Allah. Kegiatan ini bukan sekedar simbol formalitas, tetapi wujud pengorbanan yang tulus ikhlas sebagai bentuk ketaatan untuk menghambakan diri padaNYa.
Ikhlas memang kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan dengan baik. Namun demikian perlu untuk tetap diusahakan, karena bagaimana pun juga ikhlas menjadi penentu dalam setiap perilaku. Ikhlas tumbuh dari sebuah niat, karena niat sebagai pengikat amal manusia. Ketika niat sudah salah, maka hasilnya akan bermasalah.
Seorang ulama, Sufyan ats-Tsauri pernah berkata,"Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niat, karena begitu seringnya niat itu berubah-ubah." Ini artinya, kita bisa tetap waspada terhadap niat kita. Begitu ada perubahan niat yang mengarah pada hal-hal yang kurang baik, maka segeralah untuk diluruskan.
Kembali pada persoalan sinerginya dua generasi, generasi tua dan generasi muda. Ismail sebagai wakil generasi muda menjadi sosok manusia yang memiliki kepatuhan terhadap orangtua. Ini tidak lain dikarenakan orangtua yang bisa menjadi teladan. Ibrahim yang mewakili generasi tua begitu dekat dengan Allah. Meskipun beliau memiliki kekuasaan untuk melakukan apa saja yang ia mau, termasuk untuk menyembelih putranya, tetapi dengan bahasa yang santun hal itu disampaikan kepada putranya. Lebih-lebih, kedua orangtuanya begitu dekat dengan Allah.
Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim as adalah sosok perempuan yang dekat dengan Allah SWT dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap putranya. Saat Ismail kecil kehausan ditengah padang pasir, Siti Hajar berlari mencari air minum dari bukit Sofa ke bukit Marwah berulang-ulang. Namun usaha itu tidak ditemui hingga akhirnya dari kaki Ismail keluarlah mata air yang jernih. Itulah air zam-zam yang menjadi oleh-oleh bagi jemaah haji hingga saat ini. Kejadian itu semua diabadikan dalam rangkaian kegiatan Haji di Tanah Suci. 
Anak adalah rantai generasi yang akan melanjutkan agenda orangtua. Jika kemuliaan tidak dibangun dan dicontohkan oleh orangtua kepada anak, lalu ke mana anak harus belajar tentang kebenaran. Justru dari orangtualah anak akan bisa mengabdikan kebenaran itu. Boleh jadi anak tidak taat kepada orangtua, tetapi percayalah bahwa anak akan selalu mengikuti perilaku orangtua. Jika orangtua bisa memberikan keteladanan, memberikan contoh-contoh perilaku yang mulia, maka anak akan mengikutinya. Sebaliknya, ketika nilai-nilai kemuliaan mulai ditinggal, bersamaan itu pula anak akan menjauh dari nilai-nilai kemuliaan.
Pendidikan anak menjadi persoalan yang perlu diseriusi. Perilaku anak cermin dari pendidikan yang dibangun oleh orangtua, baik yang ada di rumah maupun pendidikan di sekolah. Pendidikan di rumah menjadi tanggung jawab orangtua. Perilaku orangtualah yang banyak mewarnai perilaku anak. Sedangkan di sekolah, guru memegang peranan yang sangat strategis dalam membentuk perilaku anak. Anak yang sejak lahir memiliki kecenderungan berperilaku baik perlu dikawal dengan baik pula. Tentunya keteladanan sebagai kata kunci. Dengan demikian, kita akan melahirkan generasi seperti Nabi Ibrahim as yang melahirkan generasi Ismail as yang sama-sama memiliki komitmen ketaatan dalam mengabdikan diri kepada Allah dengan sepenuh hati.
Momen Idul Adha perlu dijadikan pelajaran yang berharga. Khususnya bagi umat Islam dalam membangun generasi Islami. Generasi yang akan mewarisi semua agenda dalam membangun negara yang tercinta ini agar menjadi negara penuh wibawa dengan landasan nila-nilai kebenaran yang bersumber pada kitab suci. Amin.

 Semoga Bermanfaat   

Baca Selengkapnya ....